Selamat Datang di Website Resmi Sekolah Menengah Atas Nurul Jadid - "Nurul Jadid untuk Indonesia"

HUJAN SORE ITU AMAT DINGIN (Cerpen Putri Atiya Maulidah )

Cerpen Putri Atiya Maulidah, siswa SMP Nurul Jadid (10 Januari 2025) 


Lelaki itu tampak gagah dengan sakral hitam dan toya di tangan kanannya. Iya, dia pelatihku sendiri. Pertama kali aku melihatnya, mataku tak bisa berpaling darinya. Rasa ini tumbuh dengan sendirinya. Hampir setiap latihan aku selalu gagal fokus karena selalu memandanginya. 

Tak salah juga jika banyak siswa yang menaksirnya. Kian lama aku sudah mulai mengenalnya, bahkan aku mempunyai nomor handphone-nya, tapi aku tak berani untuk  menge-chat-nya. Aku tak berani.

Tapi waktu itu berbeda. Aku bisa menyapa dan berdekatan, bahkan aku bisa mendekapnya. Peristiwa itu sulit untuk aku lupakan. Semua itu juga terjadi karena ulah temanku, Fani. Dia dekat dengan Reno, sahabat Fandi, pelatihku itu. 

Sore itu Fani mengajakku untuk pergi ke Pantai Lombang. Katanya ingin bertemu dengan Reno.

“Ikut aku ke Pantai Lombang,” ajaknya. 

“Ngapain? Mau ketemuan? Sana pergi sendiri saja. Aku capek jadi nyamuk,” ucapku.

“Tenang aja, sekarang kamu enggak sendirian. Nanti ada temannya. Buruan siap-siap.”

“Oke, cepat,” jawabku. 

Setalah tiba di pantai, dia datang dan menghampiri Reno. Aku merasa kaget, ternyata Reno tak sendirian. Dia bersama Fandi, pelatihku itu. 

“Nah, kamu sama Fandi dulu ya, kita mau main air. Kalau mau ikut, ayo,” ajak Fani. 

“Emm, kami di sini saja,” jawabku. 

“Oh iya, sudahlah kita ke sana dulu ya.”

Fani dan Reno pergi meninggalkan kami berdua. 

Kita hanya diam tak berani menyapa satu sama lain, bahkan kita sibuk bermain handphone masing-masing. 

Duh, lama banget deh Fani itu,” keluhku.

Tak lama kemudian mereka berdua datang dan langsung mengajak foto bersama. 

“Foto yuk berempat,” ajak Fani. 

“Ayoo! Ayo, Fan!” ajak Reno. 

“Enggak. Kalian berdua saja sini. Biar aku fotoin,” jawabku. 

Tapi Reno dan Fani tetap memaksa dan akhirnya kami mau. Saat berfoto kami hanya berfoto dengan jarak yang jauh. 

Fani berbisik kepada Reno untuk mendorong Fandi ke arah Acika. Saat mereka mendorong Fandi ke arahku. Aku tak sengaja memegang tangannya. Mereka mengejek diriku dan mereka menyuruhku nyender di bahu Fandi. Aku menolak bebepa kali sampai Fandi sendiri yang menyuruhku. 

“Enggak apa-apa, ayo nyender saja. Ini sudah malam dan bentar lagi pasti ini hujan,” ucap Fandi. 

Tak lama setelah berfoto-foto, apa yang dikatakan Fandi itu benar. Hujan mulai turun. 

Saat  aku ingin menaiki sepeda Fani, reno tidak membolehkanku untuk bersama Fani. Dia menyuruhku untuk bonceng kepada Fandi. 

Aku tidak punya cara lain. Waktu sudah semakin gelap dan kabut sudah semakin tebal. Aku berjalan dan menaiki sepeda. Di perjalan aku hanya terdiam dan melihat ke arah lautan yang ombaknya begitu besar sambil mendengar lagu, Lamunan


Pindha samudra pasang kang tanpo wangenan tresanaku mring sliramu sayang

cahyaning bulan kang sumunar abyor ing tawang yekti sliramu kang dadi lamunan


“Kamu juga suka sama lagu itu?” tanyanya padaku. 

“Ha? Iyah,” jawabku canggung.

Dalam perjalanan kita bisa mengobrol, bahkan kami tertawa bersama. Hujan semakin deras. Petir menyambar. Aku mulai kedinginan. 

“Mas, Fand. Aku boleh pegang? Aku takut,” tanyaku dengan tubuh gemetar kedinginan.

“Iya, pegang aja.”

Aku mulai memegang bajunya.

“Kamu kedinginan, Dek?” tanyanya padaku. 

“Iya,” jawabku. 

“Merapatlah. Biar kamu tidak terlalu dingin,” pintanya. Kalimat itu pun mendesir ke dalam dadaku. Aku tak bisa memaknainya lagi, kecuali aku segera mendekapnya secepat kilatan petir itu. 

Aku aku mendekapnya. Menyandarkan kepala pada punggungnya. Mengendus wangi parfumnya. 

Seharusnya saat itu aku mendekapnya lebih erat lagi karena itu yang pertama dan terakhir. Kita asing dan tidak akan mungkin bisa kembali. Setelah itu yang ada hanya lamunan dan kenangan.

Aku dan kamu, dan sepeda astrea waktu itu menjadi saksi bahwa aku pernah sebahagia itu denganmu. Tepat saat hujan sore itu.




Profil Penulis :

Putri Atiya Maulidah biasa dipanggil Putri. Lahir pada 24 Februari 2010 di Sumenep. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di SMP Nurul Jadid Batang batang. Hobi menyanyi dan travelling.



 

Tulisan pada website ini merupakan bagian dari proses pendidikan peserta didik di Nurul Jadid. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan maka pengelola website ini dapat menerima pengaduan dan mencabut penayangan tulisan tersebut.