Cerpen Sofiyatul Hasanah, Siswa SMP Nurul Jadid (29 Januari 2025)
Jogja, Oktober 2023
Malam ini bintang-bintang turut bertaburan menghiasi langit gelap. Angin sepoi-sepoi terus berembus dengan halus, menembus kamar lelaki bermata cokelat terang. Namanya Arshaka Altana. Secangkir cokelat panas tersaji dengan rapi di atas meja.
“Hai dear, how's ur day? Anything special today?" Suara berat itu berasal dari Shaka yang tengah duduk di kursi seraya menatap ke arah ponselnya.
“So bad. Hari ini aku mendapatkan banyak tugas dari guruku,” ucap perempuan yang berada dalam layar ponsel Shaka. Lelaki bermata cokelat terang itu lantas tersenyum mendengar jawaban dari perempuan yang setiap waktu selalu mengisi hatinya.
“It’s okay, kerjakan pelan-pelan pasti akan selesai."
“Siap, Pak!”
Gadis dengan setelan baju tidur bermotif beruang itu mengangkat tangannya membentuk tanda hormat yang ia perlihatkan pada Shaka. Seketika lelaki itu menyipitkan matanya. Ia tersenyum melihat tingkah gadisnya. Gadisnya? Ya perempuan itu kekasih dari Shaka, Nasha.
Langit semakin gelap. Udara semakin dingin. Kumbang-kumbang yang menghiasi malam kini sudah tidak terlihat. Waktu menunjukkan pukul 10.00 di dalam kamar bernuansa hitam dan abu. Shaka masih setia menatap ke arah ponselnya dan sesekali ia tertawa mendengar ocehan sang kekasih. Ia menoleh, melihat jam yang terpajang di dinding. Ia menyadari bahwa waktu semakin malam.
“Ini sudah pukul 10.00, sebaiknya kamu tidur agar besok tidak terlambat sekolahnya.”
“Iya, kah? Ternyata udah malam. Aku tidur duluan, kamu juga istirahat. Good night!”
“Night too and sweet dreams, peri kecil.”
Nasha memutuskan panggilan itu, lalu Shaka meletakkan ponselnya di atas nakas dan mematikan lampu. Ia menarik selimut dan memejamkan matanya.
Jakarta, Oktober 2023
Mentari sudah menampakkan sinarnya. Kicau burung terdengar, menghiasi pagi yang indah. Di dalam kamar, Nasha tengah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Gadis itu keluar dari kamar dengan seragam sekolah yang sudah membalut tubuhnya serta ransel berwarna brown yang bertengger di bahu kanannya.
“Bunda, Nasha berangkat dulu ya,” ucap Nasha seraya mencium tangan bundanya.
“Hati-hati di jalan, Nasha.”
Nasha tiba di sekolah. Gadis itu duduk di bangku SMA, kelas 12. Nasha berjalan menuju kelas. Di sana ia melihat beberapa teman kelasnya yang sudah duduk manis di bangkunya masing-masing.
“Morning, Nasha. Tumben kamu pagi datangnya?” tanya seorang gadis berambut pendek dengan kacamata yang menghiasi wajahnya.
“Mau jadi murid yang rajin gue, Ser. Kan sebentar lagi ujian kelulusan,” jawab Nasha.
“Wah, kabar bagus itu.”
Dering ponsel membuyarkan lamunan Nasha. Ia tersenyum dan sedikit heran mengetahui orang yang meneleponnya Shaka. Gadis itu mengangkatnya dan terpampanglah wajah Shaka di layar ponselnya.
“Ada apa, kok tiba-tiba meneleponku?” tanya Nasha. Pasalnya lelaki itu tidak pernah menelepon secara tiba-tiba seperti ini. Biasanya sebelum menelepon ia akan mengabari dulu melalui chat.
“Ah, tak apa. Just that I miss ur voice,” jawab Shaka sembari tersenyum melihat raut heran dan khawatir pada wajah sang kekasihnya itu.
“Kamu membuatku khawatir, Kak,” ujar Nasha.
“Aku minta maaf karena telah membuatmu khawatir,” ucap Shaka dengan wajah menyesalnya.
“Hahaha, wajah kakak lucu sekali.”
Nasha tertawa melihat raut wajah Shaka yang begitu menggemaskan. Lelaki itu melengkungkan bibirnya ke bawah dengan mata yang berbinar. Sedangkan Shaka, ia tersenyum melihat Nasha tertawa. Teruslah tertawa seperti ini Nasha, I hope you'll always be happy, batin Shaka.
“Nasha, kakak tadi kirimkan sesuatu ke rumah kamu, mungkin 2 sampai 3 hari ke depan sudah sampai,” ujar Shaka.
“Hah, kakak kirimin aku apa?”
“Sudah, kamu tidak perlu bertanya. Lihat saja nanti. I think it's surprise for you.”
Nasha yang mendengar tutur kata dari Shaka pun merasa penasaran, apa sesuatu yang dikirimkan padanya sehingga ia pun tidak diberi tahu?
“Oke, aku akan lihat nanti jika sudah sampai.”
“Kak Shaka, apakah kita akan selalu seperti ini? Apakah kita tidak diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu?” tanya Nasha tiba-tiba.
“Hei, listen to me. Kakak di sini, kamu di sana. Mungkin raga kita memang berpisah tetapi jiwa dan hati kita akan selalu menyatu. Trust me! Tuhan pasti akan mempertemukan kita tapi kita harus sabar menunggu waktu itu tiba.”
Nasha terdiam sejenak mendengar perkataan Shaka. Ia menghela napas berat. Entah kapan Tuhan mempertemukan mereka, yang pasti Nasha akan selalu menunggu waktu itu tiba.
Kringg...!!!
Bel sekolah berbunyi. Menandakan bahwa jam istirahat sudah usai. Saatnya kembali belajar.
“Kak, udah dulu ya, bel udah bunyi,” ucap Nasha pada lelaki itu.
“Jangan terlalu pikirkan tentang tadi. Selamat belajar kembali, peri kecil. Semangat belajarnya biar bisa masuk ke univ yang sama dengan kakak.”
Setelah panggilan itu terputus, Nasha melangkahkan kaki menuju kelasnya dan belajar kembali.
Matahari mulai turun dan warnanya pun ikut berubah menjadi oranye. Embusan angin menerpa wajah Nasha, meninggalkan jejak dingin di sana. Nasha, gadis itu sekarang sedang berjalan menyusuri jalanan Kota Jakarta. Rumah, tujuannya. Setelah sekitar 15 menit berjalan ia pun sampai ke rumah miliknya. Di sana ia dapat melihat bundanya yang tengah menyirami tanaman seraya bersenandung kecil.
“Bunda, Nasha pulang!” teriak Nasha, sang bunda yang mendengar teriakan itu menoleh dan tersenyum ke arah Nasha.
“Masuk, terus mandi, lalu makan masakan di meja makan. Bunda mau nyiram ini dulu,” tutur bundanya dengan lembut.
Nasha pun bergegas pergi ke dalam rumahnya untuk mandi. Di rumah minimalis itu, Nasha tinggal berdua dengan bundanya, sedangkan ayahnya sudah pergi meninggalkan mereka saat Nasha berusia 14 tahun.
Jogja, Oktober 2023
Shaka duduk di karpet dengan laptop di hadapannya, ditemani dengan secangkir cokelat panas.
“Akhirnya selesai juga tugas ini,” gumam Shaka seraya menutup layar laptop dan menaruhnya di atas meja.
Lelaki itu mengambil ponselnya lalu ia mengambil jaket dan berjalan keluar rumah, ia mengeluarkan motornya. Lelaki berjaket hitam itu membelah jalanan dengan motornya sore itu.
Jakarta, Oktober 2023
“Tumben Kak Shaka enggak ngabarin. Ditelepon juga enggak bisa. Apa terjadi sesuatu dengannya? Semoga saja tidak,” gumam Nasha yang sedari tadi tak kunjung mendapatkan kabar dari Shaka.
Jakarta, Juni 2024
Berbulan-bulan telah berlalu. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu hari kelulusan. Di sana, Nasha sudah cantik dengan polesan make up yang membuatnya terlihat semakin menawan. Kebaya pas ditubuh gadis itu serta liontin berbentuk bintang menghiasi lehernya. Liontin itu pemberian dari Shaka. Masih ingat waktu Shaka berkata kalau ia mengirimkan sesuatu ke rumah Nasha? Ya, sesuatu itu sebuah liontin. Belum sempat Nasha mengucapkan terimakasih pada Shaka, lelaki itu terlebih dahulu menghilang.
Antara senang karena sudah lulus dan juga sedih mengingat sampai detik ini Shaka masih belum ada kabar sama sekali. Lelaki itu menghilang secara tiba-tiba bagaikan di telan bumi.
Setelah melewati libur panjang, akhirnya Nasha sudah resmi menjadi mahasiswa di universitas ternama di Jogja. Ia sangat berharap akan bertemu dengan lelaki yang selalu saja menghantui pikirannya selama beberapa bulan terakhir.
Jogja, Juli 2024
Nasha sudah sampai di gerbang universitas. Ia memandangi nama universitas yang terukir rapi di depan gedung.
“Kak Shaka, Nasha udah berhasil masuk universitas yang sudah Nasha impikan sedari dulu, universitas yang sama dengan kakak. Tapi kakak di mana? Seharusnya kakak berada di sini menyambut Nasha dengan senyum kakak,” ucap Nasha seraya memegang liontinnya.
***
PKKMB hari ini sudah berhasil Nasha lewati, tidak ada senyum di wajahnya. Gadis itu tidak menemukan Shaka di sana. Entah ke mana lelaki itu.
Bunga-bunga terlihat begitu indah, dikelilingi dengan kupu-kupu berterbangan serta udara sejuk yang nyaman, siapapun bakal betah berlama-lama di tempat itu. Ini tempat ternyaman, mestinya juga untuk Nasha.
Nasha sedang duduk di kursi panjang. Ia memandangi orang-orang yang berlalu lalang. Netra matanya tak sengaja melihat sepasang kekasih yang sedang bermesraan di depannya.
“Huh, kapan ya aku diperlakukan seperti itu? Aku juga mau diperhatikan dan dimanja. Tuhan jahat sekali, memberikanku kebahagiaan sebentar, lalu mencabutnya kembali,” gumamnya.
Nasha menunduk memandangi rerumputan yang tertata rapi di bawah sana. Ia dapat melihat sepasang sepatu berada di depannya. Belum sempat ia mendongak, seseorang itu berkata, “Hei, Tuhan tidak jahat padamu. Buktinya sekarang, kamu berhasil masuk universitas impianmu.”
Suara itu. Tidak mungkin, kan itu dia. Batin Nasha.
Tiba-tiba sebuah tangan mengangkat dagu Nasha dengan perlahan, dapat Nasha lihat seseorang itu orang yang selalu menghantui pikirannya setiap malam. Nasha menggelengkan kepalanya. Ia berpikir sedang berhalusinasi. Namun tangan itu kembali menyentuh pipi Nasha dengan lembut.
“Nasha, ini kakak.” Lelaki itu memeluk Nasha.
“Kamu beneran, Kak Shaka?” tanya Nasha dengan napas bergemuruh.
“Iya, peri kecil. I'm Shaka. Maaf, telah meninggalkanmu selama hampir satu tahun.”
Nasha mendengar pengakuan itu tak sanggup menahan air matanya. Gadis itu menangis di pelukan Shaka.
“Kakak jahat. Kenapa ninggalin Nasha gitu aja? Kenapa enggak ngasih kabar?”
“Maaf, Sayang. Nanti kakak jelaskan. Sekarang kita pergi dari sini dulu. Kakak akan membawamu ke tempat yang indah.”
***
Mereka tiba di sebuah tempat. Di sana sudah ada rumah pohon dengan cat warna putih dan dihiasi dengan pita berwarna merah muda. Di bawahnya banyak sekali bunga-bunga yang bermekaran dan rerumputan yang terpotong rapi. Di samping rumah pohon itu terdapat sebuah kursi dan meja yang sudah dihias sedemikian rupa.
Shaka menggandeng tangan Nasha dan membawa gadis itu duduk di kursi.
“Sekarang jelaskan mengapa kakak pergi meninggalkanku tanpa kabar,” pinta Nasha pada Shaka.
“Jadi waktu itu...”
***
Flashback
Shaka sedang menaiki motornya sore itu. Ia menepikan motornya karena melihat kerumunan di tengah jalan. Shaka berjalan ke arah kerumunan tersebut. Sebelum melihat apa yang ada di dalam kerumunan itu, Shaka terdorong oleh orang-orang di sampingnya. Shaka yang tidak siap pun terjatuh dan ponsel yang ada di tangannya terpental.
“Tuhan, ponselku,” lirih Shaka ketika melihat ponselnya yang sudah remuk terlindas sepeda motor. Sang pengendara sepeda motor tersebut terus saja berjalan. Ia tidak sadar bahwa ia telah melindas handphone seseorang.
Shaka buru-buru mengambil ponselnya yang sudah tidak terbentuk. Ia berharap ponsel itu bisa diperbaiki sebab di dalamnya ada nomor Nasha dan juga foto-foto kekasihnya itu.
Sayangnya, ponsel itu tidak bisa diperbaiki. Apanya yang mau diperbaiki? sedangkan ponselnya itu sudah hancur menjadi kepingan-kepingan kecil.
“Nomor Nasha ada di handphone itu, lalu bagaimana caranya aku mengabari Nasha? Sedangkan handphone-nya saja sudah hancur,” jelas Shaka menatap nanar ke arah ponselnya.
“Oh, jadi waktu itu ponsel kakak hancur terlindas sepeda motor. Pantas saja aku telepon tidak diangkat, rupanya ponselnya sudah innalillah,” ujar Nasha.
Shaka tersenyum, akhirnya setelah sekian lama ia dapat mendengar suara gadis itu lagi.
“Maaf dan terimakasih sudah bersabar menungguku, Nasha. Jika hidupku adalah sebuah buku, maka bertemu denganmu adalah bab yang akan selalu aku tunggu.”
SOFIYATUL HASANAH, biasa dipanggil Sofi. Lahir pada 08 Agustus 2010 di Sumenep tepatnya di desa Nyabakan Barat. Saat ini sedang menempuh pendidikan di SMP Nurul Jadid Batang Batang. Hobi menulis dan membaca
Tulisan pada website ini merupakan bagian dari proses pendidikan peserta didik di Nurul Jadid. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan maka pengelola website ini dapat menerima pengaduan dan mencabut penayangan tulisan tersebut.
0 Komentar